Cinderella Story



Ia berharap kisah hidupnya seperti Cinderella. Cinderella yang bisa bertemu sang pangeran dan hidup bahagia bersama setelah melalui berbagai siksaan dari saudara tirinya. Ya, gadis itu ingin. Sangat.
Tapi seharusnya ia sadar, Cinderella hanyalah dongeng penghantar tidur belaka. Bukan dari kisah nyata. Sedangkan ia sendiri, terlalu berharap semua itu nyata.
Membuatnya tenggelam dalam mimpinya sendiri.
~ o ~
“Hei kau, gadis idiot!! Kau tak mendengar perintahku, hah? Aku bilang bersihkan lantai ini sekarang!” Gadis yang disebut idiot oleh salah satu dari tiga yeoja tersebut hanya diam menunduk.
“Oh, jangan-jangan sekarang kau punya julukan baru sebagai gadis tuli juga, hmm?” Teriakan menggelegar yang keluar dari mulut seorang yeoja yang rok seragam sekolahnya hanya sebatas paha itu menghiasi suasana pagi di sekolah menengah atas ternama di kota Seoul tersebut. Yeoja bernama Hyoyeon—yang rambutnya dicat pirang itu—bersama dua orang temannya—Sunny dan Yuri— kini menatap angkuh gadis yang berjongkok dan mengepel lantai dengan kain lap. Gadis itu diam, tak meluncurkan satupun protes. Dengan telaten ia membersihkan lantai yang kotor karena ulah tiga sekawan itu—yang sengaja menumpahkan es krim mereka ke lantai.
Mata tiga yeoja yang terkenal hobi menindas yeoja lemah itu melirik ke bawah, mengikuti gerak tubuh gadis yang dipanggil idiot oleh mereka.
Begitu gadis manis berambut hitam panjang tersebut mengelap lantai kotor di sekitar sepatu ketiga sekawan itu, niat jahat salah satu dari mereka tercetus. Secepat kilat sepatu Sunny, salah satu dari tiga sekawan itu menginjak kuat jemari lembut gadis itu. Membuat erangan kesakitan dari mulut gadis lemah itu memekakkan telinga dan membuat pedih bagi siapa saja yang mendengarnya. Para siswa yang melihat kejadian itu bukannya menolong, melainkan ikut tertawa lebar bersama tiga sekawan itu. Seolah bahwa gadis lemah itu adalah badut dan membuat mereka menganggap bahwa semua yang dilakukan yeoja itu adalah sesuatu yang lucu.
Sedangkan para siswa yang simpatik pada gadis tak berdaya itu hanya bisa berdiam diri dan berbuat seolah tak ada sesuatu yang terjadi di depan mereka. Wajar jika tak ada satupun yang menolong. Mereka semua takut dikeluarkan dari sekolah, karena Sunny tentu dengan gampangnya mengadu paman Sunny yang merupakan pemilik sekolah elite ini.
Suasana mendadak hening mendengar isakan tangis yang meluncur dari bibir gadis itu. Gadis lemah itu terduduk dengan wajah tertunduk dan air mata yang jatuh membasahi lantai. Memancing niat yeoja bermata tajam bernama Yuri untuk meledek.
“Hah? Kau bilang apa, Seohyun?” Tangan kanannya diletakkan di dekat telinga sambil mendekat pada gadis lemah yang dipanggil Seohyun itu. “Aku tak bisa dengar. Jebal, ulangi lagi dengan keras agar kami bisa mendengarnya dengan jelas.”
Hyoyeon maju selangkah, tangannya menyingkirkan tubuh Yuri pelan. Ia menatap Yuri. “Yuri, bukan begitu caranya bicara dengan yeoja seperti dia.” Pandangan Hyoyeon beralih pada Seohyun yang masih dengan posisi yang sama. “Tapi begini caranya. Lihat!!”
Tangan Hyoyeon menjambak kasar rambut Seohyun hingga kepala Seohyun hampir menyentuh lantai. Semua siswa bergidik ketakutan menatap Seohyun dan Hyoyeo bergantian.
“Hei, gadis bodoh. Dengarkan perkataanku!! Jika kau tak mau tersiksa lagi disini, segera angkat kaki dari sekolah ini! Kami tak butuh yeoja menjijikkan sepertimu dalam lingkungan kami. Ingat itu!!”
Hyoyeon bersama Sunny dan Yuri pergi meninggalkan Seohyun, diiringi para kerumunan siswa yang bubar karena kecewa ‘pertunjukkan’ sudah usai dan tak ada lagi yang bisa ditonton.
Para siswa yang simpatik pun kini tak lagi memperhatikan Seohyun yang masih menangis terduduk di lantai, karena kini Lee seonsaengnim—guru seni sekaligus kepala sekolah dan paman Sunny—menatap tajam ke arah mereka lalu wajahnya sedikit tertunduk, memandang yeoja yang masih terisak itu.
“Seohyun-ssi, ikut aku ke ruangan.”
***
“Baiklah, aku tak perlu berlama-lama lagi.” Kepala sekolah yang terkenal bijaksana itu bicara setelah mempersilahkan Seohyun yang tertunduk murung itu masuk dan duduk di depannya. “Kau harus pindah sekolah. Secepatnya.”
Perkataannya tadi membuat Seohyun yang tadi tertunduk kini tersentak kaget sambil menatap pria paruh baya di depannya itu dengan tatapan terkejut.
“Ah, jangan salah paham.” ucap Lee Sooman—nama lengkap kepala sekolah itu— menengahi. “Aku tak bermaksud mengusirmu. Bukan. Sama sekali bukan begitu. Ini semua demi kebaikanmu, Seohyun-ssi.. Aku benar-benar tak tega melihat kau terus disiksa oleh keponakanku beserta teman-temannya itu.”
Lee Sooman menatap Seohyun dengan tatapan bingung, heran kenapa yeoja itu tak merespon perkataannya. Sesaat Sooman tersentak kaget, teringat akan sesuatu. Segera dicarinya kertas kosong dan pena di sekitar mejanya yang tertata rapi itu.
Setelah menemukan benda yang dicari, Sooman menyodorkan kertas dan pulpen itu di depan Seohyun. Dengan sigap Seohyun menulis tanpa ekspresi.
Sooman segera mengambil kertas yang diberikan Seohyun padanya.
Gwenchana. Aku tau aku bukan yeoja normal seperti yang lainnya. Aku tau aku berbeda. Tapi apakah anda mau sedikit mengerti keadaanku? Jika aku anak orang kaya maka sudah dari dulu aku pindah sekolah dan tak perlu mati-matian berusaha mendapatkan beasiswa.
Sooman mendesah, lalu matanya memandang Seohyun dengan penuh rasa iba. Nuraninya terusik. Sesaat ia bernostalgia, mengingat momen kedatangan Seohyun di sekolah ini.
Masih segar dalam ingatannya ketika ia bertemu calon penerima beasiswa—yang sudah melewati serangkaian tes yang begitu ketat—sewaktu pembukaan pendaftaran calon siswa baru di sekolah ini. Diantara para siswa kurang mampu itu saat diwawancara, hanya Seohyun yang diam setelah diberondong dengan rentetan pertanyaan untuk wawancara. Yeoja itu malah sibuk mengambil sesuatu dalam tasnya. Ternyata selembar kertas putih kosong dan pena. Lalu ia menulis dengan cepat.
Mianhae, tuan. Bukan keinginanku berbicara denganmu dengan komunikasi tertulis seperti ini, tapi keadaanlah yang memaksaku. Aku tunawicara. Aku bisu. Aku sadar bahwa aku memang tak pantas masuk dalam sekolahmu. Tapi aku mohon ijinkan aku menjadi siswa di sekolah ini. Setidaknya aku ingin membahagiakan ibuku dengan bersekolah disini.
Sooman tersenyum. Ia ingat, kala itu ia merasa bahwa gadis bisu di depannya itu memang bukan yeoja sembarangan. Terbukti yeoja yang selalu dihina satu sekolahan itu selalu masuk dalam peringkat 3 besar seluruh angkatannya, kelas satu. Bahkan ia pernah menduduki peringkat 1 yang langsung merosot menjadi peringkat 2 karena ditempati oleh seorang namja tampan yang selalu terlihat mengantuk.
Lamunan Sooman buyar. Ia sadar ada yang harus diselesaikan sebelum gadis itu terjebak dalam presepsi bahwa dirinya memang mengusir gadis itu secara halus.
“Bukan begitu. Aku tak masalah jika kau bisu, bahkan kau lumpuh sekalipun sama sekali tak masalah buatku, asalkan kau bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Yang kukhawatirkan darimu adalah, aku takut batinmu tertekan karena terus disiksa oleh temanmu. Aku takut itu menghambat pembelajaranmu di kelas. Maka dari itu, aku menyarankan bahwa sebaiknya kau pindah sekolah saja.” Sooman menatap Seohyun intens.
“Aku sudah mengirimkan revisi akademismu pada sekolah milik teman baikku. Kudengar juga reputasi siswa disana sangat baik, kuharap kau betah di sekolah barumu.”
Seohyun langsung menulis balasan dengan cepat dengan senyum di wajahnya.
Jeongmal gamsahaeyo, tuan Lee. Kau benar-benar kepala sekolah yang bijaksana! Kuharap kau akan seperti itu selamanya.. Mianhae sudah merepotkanmu! Ah, aku bingung harus membalas dengan apa.
“Tidak perlu Seohyun-ssi. Aku hanya berharap kau betah di sekolah barumu dan akan baik-baik saja. Jika kau perlu sesuatu, kau tinggal datang padaku. Arraseo?”
Seohyun mengulas senyum sambil mengangguk, pertanda setuju.
***
“Hei, anak baru!! Kau pikir kau bisa dengan mudah mengambil hati para guru disini, hah?! Jangan mimpi! Gadis bisu sepertimu takkan bisa bertahan lama di sekolah ini!!”
Seohyun menangis. Ia tertunduk dalam diam, atau lebih tepatnya terpaksa diam karena bicara adalah suatu hal yang takkan bisa ia lakukan.
Ya. Seo Joo Hyun. Gadis belia yang selalu disiksa oleh teman-temannya itu memang terlahir sebagai gadis bisu. Jika teman-temannya bebas mengungkapkan isi hati mereka melalui kata-kata, lain dengan Seohyun. Ia hanya bisa mencurahkan segala ekspresi melalui tulisan.
Terkadang Seohyun merutuki takdirnya. Ia benci kenapa terlahir sebagai gadis bisu. Ia benci kenapa harus dirinya yang bisu. Ia benci pada eomma yang melahirkannya sebagai gadis bisu, gadis yang tak bisa berkata-kata. Ia benci karena keadaannya inilah ia selalu ditindas oleh temannya.
Seperti sekarang.
Yeoja yang seharusnya menjadi teman pertama di sekoah barunya malah membentaknya, menjambak-jambak rambutnya, dan kini mengunci pintu WC—tempat mereka sekarang berada—dan meninggalkan Seohyun yang terduduk lemas sambil menangis itu sendirian.
Seohyun bingung harus berbuat apa. Ia tau ia takkan bisa berteriak minta tolong, karena ia tak dapat bicara. Jika ia mengedor pintu dengan keras tanpa adanya erangan minta tolong, ia rasa semua orang yang mendengarnya bukannya menolong, malah lari ketakutan sambil berteriak bahwa di WC itu ada hantunya.
Sebenarnya apa salahku.. Seohyun melirih dalam hati yang pedih. Air matanya tumpah ruah untuk yang kesekian kalinya.
Mendadak Seohyun merasa semuanya terasa gelap. Punggungnya yang bersandar di pintu pun sepertinya tak dapat menopang lagi tubuh Seohyun yang kini sudah terkulai pingsan di lantai.
***
“Ah, syukurlah kau sudah sadar.”
Itulah kalimat pertama yang Seohyun dengar begitu dirinya sudah mulai sadar. Seohyun pun segera bangkit dari tidurnya dan duduk di ranjang. Matanya menatap sebentar namja di hadapannya lalu ia pun mengedar pandangan, memperhatikan sekitar. Melihat sekelilingnya Seohyun menyimpulkan bahwa kini ia berada di sebuah kamar yang entah milik siapa ini.
Eh? Kamar?!
Seohyun gelalapan. Ia salah tingkah begitu menatap namja tampan yang kini tersenyum padanya. Jangan-jangan…
“Jangan berprasangka buruk dulu. Aku bukan namja hidung belang seperti yang kau pikirkan.” Namja itu menatap manik mata Seohyun intens. “Kau siswa baru itu, kan? Perkenalkan, namaku Cho Kyuhyun, siswa di sekolah barumu itu.” Namja tampan bernama Kyuhyun itu mengulurkan tangan ke arah Seohyun yang hanya menatapnya dengan ekspresi yang sulit dideskripsikan.
“Jadi nona Seo, bisakah kau menjelaskan padaku kenapa kau bisa terkurung dalam WC hingga jam pulang sekolah usai, hmm?”
Bukannya menjawab, Seohyun sibuk berpikir darimana namja itu tau namanya. Sesaat ia melirik name tag yang ada di seragamnya dan mengangguk paham.
“Hei nona, aku bertanya padamu.”
Seohyun tersentak mendengar suara bass itu menegurnya. Bukannya aku tak mau menjawab, tapi aku tak bisa, gumam Seohyun melirih.
Seohyun mengamati seisi kamar, mencari kertas dan alat tulis. Lalu matanya tertuju pada sebuah buku tulis dan pensil di atas meja belajar yang ada di seberang ranjang. Ia segera beranjak dan menyambar benda-benda tersebut lalu menulis, tak menghiraukan Kyuhyun yang memandangnya bingung.
“Maaf, bukan bermaksud mendiamkanmu. Tapi aku tak bisa bicara. Aku bisu. Soal bagaimana aku bisa terkurung itu, kurasa tak ada yang perlu kuceritakan.” ujar Kyuhyun membaca tulisan Seohyun yang ia tulis di bukunya.
Kyuhyun menatap Seohyun yang sedang di sebelahnya, duduk di tepi ranjang. Seohyun mengangguk cepat. Melihat tatapan Kyuhyun itu Seohyun tau bahwa namja itu masih tak percaya, maka dari itu ia pun mengangguk.
“Jujur saja denganku. Kau ditindas dan dikurung, kan?!”
Ekspresi Seohyun yang tersentak kaget cukup membuat Kyuhyun yakin bahwa perkataannya memang terbukti benar. Kyuhyun berdehem, lalu memegang pundak yeoja jangkung di depannya. Mata mereka pun bertumpu pada satu arah.
Kyuhyun mengulas senyum. “Aku tau kau pasti tersiksa. Tapi tenanglah, ada aku disini.”
Seohyun tersenyum sekilas, lalu menulis di buku.
Jeongmal gomawoyo atas perhatianmu, Kyuhyun-ssi. Tapi sepertinya aku tak bisa bersekolah di sekolahmu lagi. Walau aku baru tiga hari bersekolah tapi jujur aku sudah lelah tersiksa terus menerus. Asal kau tau, sudah berapa kali aku pindah sekolah karena disiksa terus sementara ibuku harus membanting tulang membiayai seragam sekolahku yang baru, dan keperluan lainnya. Aku ingin berhenti sekolah dan lebih baik bekerja saja. Kurasa itu lebih baik.
“Tapi, seohyun-ssi… Kudengar dari para guru kau itu yeoja pin—“
Kalimat Kyuhyun menggantung begitu Seohyun menyodorkan buku itu tepat di depan wajahnya.
Kau ingin aku mati lebih cepat?
“Aniyo. Bukan begitu maksudku.” Kyuhyun mendesah. “Kau yeoja pintar, begitu yang kudengar dari para guru. Sayang jika kepintaranmu itu tak kau gunakan.”
Seohyun diam—memang hanya itulah yang bisa ia lakukan—dan malah menatap Kyuhyun dingin lalu beranjak pergi meninggalkan kamar dan membungkuk dalam pada Kyuhyun dengan gerak mulut yang seolah berkata ‘Gamsahamnida.’
***
Seohyun mendesah. Dilemparkannya tas selempang bergambar Keroro—kodok hijau favoritnya—ke sembarang tempat. Lalu dihempaskannya di tubuh di atas kasur dengan seragam sekolah yag masih melekat.
Dipejamkannya mata indahnya sejenak. Kemudian matanya menerawang menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Ia lelah. Ya. Ia lelah. Lelah menjalani hidup begin terus.
Seohyun bangkit lalu berdiri mengambil tasnya dan meletakkannya di atas meja belajarnya. Matanya lalu terarah pada sebuah buku cerita yang sampul berwarna birunya itu sudah usang dan hampir robek tersebut.
Seolah ingin bernostalgia, Seohyun mengambil buku tersebut dengan penuh kehati-hatian dan membuka halaman pertama. Tampak disitu coretan kecil Seohyun yang menulis sesuatu.
Milik Seo Joo Hyun. Buku ini hadiah dari appa sewaktu ulang tahunku yang ke-6. Aku janji akan merawat buku ini dengan baik ^o^
Seohyun tersenyum kecil. Ia lalu teringat dengan appa nya yang kini sudah tenang di surga sana. Ya, buku ini merupakan hadiah ulang tahun terakhir dari ayahnya karena tepat sehari setelah ulang tahunnya yang ke-6, ayahnya yang sedang dalam perjalanan menuju Busan karena urusan kantor itu harus mengalami kecelakaan yang menjemputnya ke alam maut.
Seohyun menyeka air matanya yang hampir berlinang. Tidak. Ia tak boleh menangis. Setidaknya begitulah pesan yang selalu diucapkan ayahnya tiap kali ayahnya membaca semua keluh kesah yang ditulis Seohyun.
Seohyun membuka halaman selanjutnya. Terdapat judul dan gambar seorang gadis berambut pirang pendek dan bergaun biru panjang sedang berdansa dengan pria tampan yang terlihat gagah dengan pakaian seorang putra raja, dengan latar belakang biru serta kereta kencana dan bintang-bintang yang bertaburan.

Cinderella, gumam Seohyun membaca tulisan dengan ukiran huruf indah itu. Ia mengelus gambar tersebut dengan jemarinya yang lembut.
Cinderella. Ya. Selain menyukai Keroro, Seohyun juga menyukai Cinderella. Bahkan yeoja itu berharap kisah hidupnya akan semanis Cinderella.
Mata Seohyun lalu beralih pada bingkai foto yang menampilkan sepasang suami istri beserta anak perempuan yang imut dan polos sedang tersenyum lebar karena dicium pipinya oleh orangtuanya dari arah yang berbeda.
Ya. Itulah dirinya. Lebih tepatnya sepuluh tahun yang lalu, saat ia berumur enam tahun.
Semenjak kecelakaan ayahnya itu ibu Seohyun menikah lagi. Menikah dengan seorang pria pengusaha sukses yang sebelumnya telah memiliki dua orang anak laki-laki yang hanya tua beberapa tahun darinya. Namun sayang, baru enam bulan pernikahan itu berjalan ayah tiri Seohyun itu meninggal dunia karena dibunuh perampok yang menjarah isi rumah. Untung saja perampok sialan itu berhasil ditangkap dan dipenjara selama belasan tahun, tapi tetap saja hal itu menimbulkan trauma mendalam bagi Seohyun dan ibunya karena harus kehilangan orang yang mereka cintai lagi.
“Seohyun!! Harus berapa kali aku memanggilmu, hah?! Aku bilang cepat keluar!”
Suara cempreng yang terdengar di balik pintu kamar sukses membuat Seohyun membuyarkan lamunannya. Tak perlu dilihat juga ia tau bahwa yang memanggilnya tadi adalah bibinya sendiri, adik ayah tirinya. Sepertinya ahjumma empat puluh tahun itu tak mempercayakan kedua keponakannya diasuh oleh ibu Seohyun. Dan entah ini perasaan Seohyun saja atau bukan, bibinya itu selalu memandang rendah ibunya dan dirinya. Seolah mereka berdua adalah sampah.
Tapi Seohyun tau, semua itu dilakukan semata-mata agar ibu Seohyun tidak mendapat secuil pun harta warisan dari suaminya itu.
Seohyun segera meraih kenop pintu dan muncullah sosok wanita tua menatapya sinis.
“Ada polisi di pintu depan.”
Meski dengan wajah yang menunjukkan raut heran, Seohyun pun turun ke lantai bawah untuk menemui polisi diekori bibinya yang mungkin merasa penasaran mengapa yeoja itu sampai berurusan dengan polisi.
“Annyeonghaseyo. Apakah benar ini rumah nona Seo Joo Hyun?”
Seohyun mengangguk, membuat polisi itu langsung menyelesaikan kalimatnya.
“Maaf, baru saja saya mendapat laporan dari polisi wilayah yang melaporkan bahwa nyonya Cha Seung Rin mengalami kecelakaan saat bus yang ditumpanginya menuju Mokpo jatuh ke jurang tadi pagi.”
Seohyun membekap mulutnya agar tidak menjerit. Ia terduduk lemas di lantai. Walau ia tau ia tak bisa menjerit, tapi entah kenapa ia ingin sekali menjerit dan berteriak agar bisa meluapkan kesedihannya. Untuk kesekian kalinya air mata bening mengalir lagi dari pelupuk matanya yang indah itu.
Seukir senyum tipis menghiasi wajah bibi Seohyun. Namun begitu ingat yang di hadapannya kini adalah seorang aparat hukum, wanita itu mulai bersandiwara dengan ikut berjongkok dan mengelus-elus pundak Seohyun.
“Yeoja malang… Kasihan sekali nasibmu, nak. Kau sudah kehilangan ayahmu, dan sekarang kau kehilangan ibumu. Aku turut prihatin.” Wanita itu meneteskan air mata palsu agar suasana haru biru ini semakin dramatis.
Wanita itu menyenderkan kepala Seohyun agar bersandar di bahunya. “Tapi tenang sayang, ada aku yang akan menjaga dan merawatmu..”
Wanita tua itu melirik begitu polisi tersebut membungkukkan badan dan beranjak pergi. Melihat itu didorongnya kepala Seohyun yang bersandar di bahunya hingga terjerembab ke lantai, menimbulkan bunyi gaduh yang lumayan keras.
“Haha. Rasakan kau, gadis bisu!” Tawa menggelegar dari bibir bibi Seohyun yang bangkit berdiri. “Sekarang kau yatim piatu. Kau tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Sebaiknya kau angkat kaki dari sini dan jangan pernah tunjukkan wajah memelasmu di depanku!!”
Seohyun terkejut. Masih dengan air mata yang mengucur ia memeluk erat kaki wanita tua itu yang tentu saja membuat wanita itu risih.
“Eunhyuk, Donghae, kemari sebentar!” Wanita tua itu malah berteriak memanggil kedua keponakannya yang segera muncul di depannya tak lama kemudian.
“Ibu gadis bisu ini mati kecelakaan dan gadis ini memohon padaku agar tidak mengusirnya. Tapi jujur saja aku gerah dengan wajah memelasnya itu. Bagaimana, kalian punya pendapat?”
Kedua keponakannya yang bernama Eunhyuk dan Donghae itu saling pandang satu sama lain. Lalu keduanya tersenyum penuh arti dan menatap bibi mereka dengan tatapan iba.
“Jangan usir dia, ahjumma. Lagipula jika dia diusir, siapa yang akan membersihkan dan mengurus rumah? Biarkan saja dia jadi pembantu di rumah ini.” Namja bernama Eunhyuk angkat bicara, lalu memandang Donghae dengan senyum misterius dan menatap Seohyun dengan pandangan yang sulit diartikan.
“Terserah, aku tak mau tau. Silahkan saja kalian urus yeoja bisu ini. Kalian apakan pun terserah. Aku mau berangkat ke Busan dulu, ada pekerjaan yang harus kubereskan.” Wanita tua itu melirik arloji tangannya yang berkilau berlian itu. “Baiklah, aku pergi dulu.”
Donghae segera mengunci pintu begitu sosok sang bibi yang memakai kacamata hitam menghilang bersamaan dengan mobil Merchedes Bens hitamnya. Donghae dan Eunhyuk lalu menatap Seohyun yang masih terduduk.
“Kau mau selamanya duduk disitu?”
Ucapan Donghae kontan membuat Seohun bangkit berdiri. Ia menyeka air matanya sejenak, dan begitu ia hendak pergi dari hadapan dua namja itu, tangan Eunhyuk segera menyambar tangan halus Seohyun.
“Mau kemana kau?”
Eunhyuk jelas tau bahwa pertanyaannya takkan pernah dijawab oleh Seohyun. Makanya ia lanjut bicara. “Kau pikir kau bisa seenaknya tinggal disini, huh? Gadis bisu sepertimu harus diberi pelajaran.”
Seohyun tentu merinding ketakutan begitu tangan Eunhyuk yang menggenggam tangannya memperkuat cengkaramannya sehingga wajah Seohyun menampakkan raut kesakitan. Dua namja itu tersenyum licik. Seolah wajah kesakitan Seohyun memberi energi positif bagi mereka berdua.
Plak!!
Eunhyuk benar-benar tak menyangka gadis yang terlihat lemah seperti Seohyun berani menamparnya sekuat ini. Bahkan tak pelak setitik darah timbul di sudut kiri bibir Eunhyuk.
Eunhyuk mengusap bibirnya dengan punggung tangan sementara Donghae yang di sebelahnya melotot tajam ke arah Seohyun. Seohyun menatap tangannya nanar. Entah kenapa kali ini tangannya lepas kontrol. Padahal ia tau bahwa melakukan perlawanan pada dua namja ini sama saja mengundang maut untuk datang menjemput.
“Baiklah. Sepertinya kau tau bahwa kau harus membayar lebih dari ini, Seo Joo Hyun.”
Seakan mengerti perkataan Donghae, Seohyun memejamkan mata seolah siap menerima apa saja perlakuan mereka berdua padanya. Menerima konsekuensinya.
Sebelum tendangan hebat mengarah ke perutnya, Seohyun sempat berpikir.
Beginikah rasanya menjadi seorang Cinderella?
***
Seohyun memegang beberapa bagian tubuhnya yang menjadi sasaran penyiksaan yang dilakukan Eunhyuk dan Donghae kemarin. Masih terasa sakit, keluh Seohyun membatin.
Seharusnya dalam keadaan jiwa dan raga yang begitu tersiksa pagi ini Seohyun tak memaksakan diri untuk masuk sekolah. Ya. Sebenarnya Seohyun ngotot ingin keluar dari sekolah dan bekerja saja, tapi bibinya yang kejam tentu tak mau repot mengurus surat kepindahan Seohyun. Makanya Seohyun tak bisa keluar dari sekolah yang ia rasa sebagai neraka dunia itu.
Masih dengan ringisan kecil yang keluar dari mulutnya, ia berjalan gontai menuju sekolah dan begitu kakinya menjejakkan langkah di depan gerbang sekolah, kakinya terhenti.
Pandangan matanya tertumbuk pada sepasang mata coklat seorang namja yang berdiri mematung menatapnya. Namja itu melempar senyum terbaiknya pada yeoja di seberangnya. Walau dilewati oleh siswa yang lalu-lalang di sekitarnya, Seohyun dapat melihat jelas senyum yang terukir indah dari namja itu.
Untuk pertama kalinya frekuensi detak jantung Seohyun tak beraturan dan berpacu cepat.
Namja tampan itu berjalan menghampiri Seohyun dengan senyum yang masih mengembang di bibir.
Dan lagi-lagi jantung Seohyun seolah berlomba untuk berdetak kencang.
Cho Kyuhyun, desis Seohyun mengucapkan nama namja itu dalam hatinya.
“Huh, katamu tak ingin sekolah lagi disini.” cibir Kyuhyun sembari mendelik ke arah Seohyun. Seohyun menunjukkan ekspresi kesal dengan menggembungkan pipi sambil tangannya bersedekap di dada.
“Aku bercanda” Kyuhyun mengacak pelan rambut Seohyun. “Bagaimana, nona Seo? Kau mulai betah di sekolah ini?”
Seohyu mengendikkan bahunya pertanda tak tau.
“Baiklah. Dengan sihir yang kumiliki akan kubuat kau betah di sekolah ini.” Telunjuk Kyuhyun menari-nari di udara, membentuk sebuah putaran. “Wuuzz!!” Telunjuknya mendarat di kening mulus Seohyun. Tangannya lalu beralih menggenggam jemari lembut Seohyun. “Kajja!!”
Seohyun tertegun melihat Kyuhyun yang menariknya masuk ke dalam sekolah. Tempat yang ia anggap sebagai neraka dunia.
Akankah sekolah ini bisa berubah menjadi surga?
***
“Hyunie-ah!” Kyuhyun segera bergabung mengikuti Seohyun yang kini terduduk di atas rerumputan yang menghadap ke pemandangan sungai Han di senja hari. Seohyun hanya balik menatap Kyuhyun yang sudah dikenalnya selama tiga tahun silam.
Ya. Berkat kehadiran Kyuhyun-lah Seohyun mampu bertahan di sekolah selama tiga tahun tanpa pindah sekolah sama sekali. Kyuhyun-lah orang yang selalu ada di sampingnya, menyuntikkan semangat baginya yang selalu kesepian. Kyuhyun-lah tamengnya untuk berlindung dari ancaman para siswa yang hendak ‘memangsa’ Seohyun. Kyuhyun seolah salah satu dari panca indra Seohyun, dimana Seohyun takkan mampu hidup tanpanya.
Kedua remaja itu kini sibuk menatap indahnya matahari yang akan terbenam. Mereka juga sibuk dengan pikiran masing-masing. Sibuk memikirkan perpisahan yang kini di ujung mata.
Ya. Hari ini Kyuhyun dan Seohyun merayakan kelulusan mereka. Kini mereka bukan lagi siswa menengah atas, melainkan menuju gerbang kuliah. Dan Kyuhyun malah bercerita pada Seohyun bahwa dirinya akan kuliah di Jepang.
Pandangan Seohyun pindah haluan, tak lagi memandang indahnya mentari yang akan terbenam. Melainkan pada wajah Kyuhyun yang masih sibuk menatap matahari tersebut. Seohyun menyunggingkan senyum bahagia. Keremangan yang ditorehkan sang lembayung senja membuat wajah Kyuhyun yang menjadi semakin tampan.
Lagi. Perasaan ini lagi. Entah kenapa Seohyun merasa ia perlu pergi ke dokter spesialis jantung karena akhir-akhir ini jantungnya selalu berdetak kencang tiap namja itu ada di sampingnya.
“Kau tau, Seohyun.. Aku kadang tak percaya dengan istilah ‘Cinta tak hanya bisa diungkapkan dengan kata-kata, tapi juga melalui hati ke hati’. Itu terdengar konyol bagiku.” Kyuhyun membuka percakapan setelah lama berteman dalam diam. Ia tertawa kecil lalu memperhatikan Seohyun yang menatapnya dengan wajah penasaran.
“Tapi sekarang aku tau. Karena kau telah membuktikannya.. Ah tidak, maksudku kita. Ya. Kita. Kau dan aku. Kau telah membuktikan bahwa cinta tak hanya bisa diungkapkan dengan kata-kata, tapi melalui hati. Melalui perasaan. Ketulusan yang kau pancarkan dari wajahmu cukup membuatku tau bahwa kaulah salah satu tulang rusukku yang hilang.”
Seohyun mengerutkan kening mendengar ucapan Kyuhyun. Seolah mengerti bahwa yeoja itu kebingungan, Kyuhyun berdehem sebentar lalu berdiri sambil merogoh sesuatu dalam saku.
Kyuhyun mengeluarkan kotak beludru merah dan tampaklah cincin dengan berlian sebagai mata batunya. Cincin itu tampak berkilau walau matahari hanya sedikit mengoleskan sinar keemasannya.
Kyuhyun berjongkok dan meraih tangan Seohyun yang kini berdiri mematung. “Would you marry me, Seo Joo Hyun?”
Walau sedikit heran karena Kyuhyun bisa membeli cincin yang sepertinya mahal itu—karena sepengetahuannya Kyuhyun adalah yatim piatu sepertinya— namun yeoja itu tetap saja suka dengan kejutan yang ditunjukkan namja yang sudah menjadi kekasihnya selama setahun ini.
Seohyun membekap mulutnya seraya menangis. Berbeda dengan yang sebelumnya, kali ini air mata yang dicucurkannya adalah air mata bahagia. Ia tak dapat lagi menyembunyikan rasa bahagianya, maka segera dianggukkan kepalanya cepat, mengiyakan lamaran Kyuhyun yang terkesan mendadak.
Beberapa orang yang lewat di sekitar kini memperhatikan mereka berdua, tak ingin melewatkan momen romantis bagai potongan adegan di negeri dongeng itu.
Air mata Seohyun makin mengalir deras begitu jari manisnya kini hadir cincin indah yang dipasangkan Kyuhyun. Seohyun yang masih menangis itu segera didekap dalam pelukan Kyuhyun.
“Kau heran kenapa aku bisa membeli cincin semahal ini?” tanya Kyuhyun begitu Seohyun yang berada dalam pelukannya melepaskan diri. Seohyun mengangguk.
“Baiklah, sudah seharusnya aku jujur denganmu.” Kyuhyun mendesah. “Aku bukan yatim piatu seperti yang selama ini kuceritakan padamu. Orangtuaku ada di luar negeri dan jarang sekali pulang ke rumah, makanya aku merasa aku yatim piatu.” Kyuhyun memegang pundak Seohyun dan menatap dalam manik mata indah yeoja itu.
“Aku hanya tak mau kau mendekatiku karena harta. Aku muak dengan para yeoja yang mendekatiku karena kekayaan orangtuaku. Tidak. Aku tak mau. Makanya aku menyamar menjadi siswa biasa. Dan soal ke Jepang itu… Sebenarnya aku tak kuliah disana, aku langsung mengurus cabang perusahaan ayahku disana. Aku harap kau mau ikut tinggal disana bersamaku.” Jemari Kyuhyun membelakangkan anak rambut Seohyun yang menutupi sebagian wajah cantik Seohyun.
Kyuhyun mendekatkan wajahnya di depan Seohyun, membuat yeoja itu terkejut.
“Saranghaeyo, Hyunie-ah.” bisik Kyuhyun lirih tepat di telinga Seohyun, membuat Seohyun sedikit merasa geli.
Dan ibarat negeri dongeng pada umumnya, usai mengucapkan kalimat itu Kyuhyun mencium kening Seohyun penuh dengan rasa cinta yang mendalam, lalu memeluk erat Seohyun. Diiringi tepuk tangan yang bergemuruh dan siulan iseng yang sesekali terdengar membuat Seohyun merasa bahwa ia telah menjadi Cinderella. Ya. Akhirnya mimpinya menjadi nyata. Dengan begitu, ‘ibu’ dan saudara tirinya itu takkan lagi menyiksanya karena kini ia telah tinggal dengan sang pangeran.
Ternyata kisah Cinderella bisa menjadi nyata, gumam Seohyun senang di tengah keramaian tepi sungai ini.
~ o ~
Gadis bisu itu meraih mimpinya menjadi Cinderella. Ya. Setelah mengucapkan janji sakral pernikahan di depan pendeta, mereka sah hidup sebagai suami istri. Pertanda bahwa mereka tak bisa dipisahkan kecuali maut turun tangan.
Seakan ingin menguji kesetiaan cinta mereka, takdir mempermainkan gadis itu lagi. Bahkan melibatkan orang yang dicintainya.
Gadis itu benar-benar harus menggantungkan takdirnya pada cinta.
~ o ~
“Hyunie-ah…. Waeyo?”
Kyuhyun menatap sosok yang terbaring kaku di atas ranjang rumah sakit itu dengan dada penuh sesak. Ia menangis tertahan sembari menggigit bibirnya kuat. Baru berjalan setahun usai mereka bersumpah janji sebagai suami istri, malaikat dalam hidupnya telah pergi ke dunia lain.
Beginikah takdir mempermainkanku? gumam Kyuhyun sedih.
Ibu Kyuhyun yang berada di sebelah Kyuhyun segera menenangkan anak semata wayangnya itu. Ibunya mengelus-elus pundak anaknya walau ia tau itu tak banyak membantu agar anaknya tenang.
“Andai saja aku melarangnya untuk pergi…andai saja aku ikut dengannya, maka kejadian ini takkan terjadi…” gumam Kyuhyun lirih. Tak hentinya ia merutuki dirinya sendiri, merasa bodoh dan tak berguna.
Semua rasa kesal yang menghinggapi dirinya tadi pagi—melayani klien yang menyebalkan dan seorang gadis kecil gila yang mengaku bahwa dirinya adalah Seohyun—menguap tak berbekas. Digantikan oleh rasa duka yang teramat dalam. Suasana siang hari yang sedang hujan deras pun semakin menambah suramnya hati Kyuhyun saat ini.
-Flashback-
Kemarin Kyuhyun dan Seohyun kembali ke Seoul, kota kelahiran mereka. Tempat dimana mereka berdua bertemu. Dan Seohyun yang teringat akan orangtuanya ingin mengunjungi makam. Makam ibunya tersebut tepat bersebelahan dengan makam ayahnya. Jadilah Seohyun mengunjungi makam orangtuanya dengan menaiki taksi sendirian tanpa ditemani Kyuhyun, karena kala itu Kyuhyun ada urusan pekerjaan sebentar.
Dan peristiwa naas itu terjadi.
Tubuh Seohyun yang ingin menyebrang jalan untuk menghampiri taksi terpental jauh beberapa meter dari tempatnya berdiri ketika sebuah truk angkutan barang yang sedang melaju cepat menabraknya. Seohyun tewas seketika dengan kepala yang bersimbah darah. Kabar buruk inilah yang membuat Kyuhyun merasa tak bernyawa.
-End of Flashback-
Kyuhyun membuka selimut putih yang menutupi seluruh wajah yeoja yang dicintainya itu. Air matanya menetes membasahi wajah Seohyun yang pucat. Mengenai pelupuk mata Seohyun yang tertutup untuk selamanya.
Tidak. Takdir tak pernah sejahat itu. Setidaknya begitulah faktanya saat ini.
Seohyun memandang tubuhnya yang kini direngkuh erat oleh Kyuhyun. Seohyun menjerit, dan anehnya teriakannya itu bisa terdengar. Tapi sepertinya teriakannya tak terdengar oleh siapa pun di ruangan itu termasuk Kyuhyun yang kini meninggalkan ruangan dengan wajah sembab.
Seohyun menangis. Seperti yang selalu ia lakukan sewaktu masih hidup. Hening. Ruangan itu terasa sunyi dan hampa.
“Tuhan, beginikah caramu mempermainkan takdirku?” Seohyun mendekati tubuhnya. Ditatapnya nanar kepalanya yang meninggalkan bekas luka kecelakaan itu.
Tapi seperti yang dibilang sebelumnya, takdir tak pernah sejahat ini.
Seberkas cahaya berkelebat begitu Seohyun berbalik. Tak berselang lama cahaya itu tampak, muncullah sosok yeoja berwajah imut berdiri di sana.
“Annyeong, Seo Joo Hyun-ssi.”
Seohyun masih mematug menatap yeoja mungil yang melambaikan tangan menyapa dirinya.
“Ah, apa eonnie heran kenapa aku bisa melihat eonnie?”
Seohyun mendelik, heran kenapa yeoja di depannya tiba-tiba memanggilnya eonnie. Kenal saja tidak.
“Ah iya, aku lupa memperkenalkan diri.” Yeoja itu membungkuk. “Annyeong, namaku Cho Youngri. Aku adik Cho Kyuhyun, suamimu.”
Seohyun terbelalak. “Kau adik Kyuhyun?” Sesaat Seohyun kaget mendengar suaranya sendiri. Selama delapan belas tahun ia tak bicara, akhirnya ia bisa mendengar suaranya sendiri! Tak mau larut dalam kekagetannya Seohyun melanjutkan kalimat. “Seingatku Kyuhyun tak punya adik.”
Youngri tersenyum. “Aku meninggal dua tahun lalu karena gagal ginjal. Sebenarnya dulu Kyuhyun oppa ingin sekali memperkenalkanmu padaku. Tapi sayang takdir berkata lain. Kita malah bertemu di saat seperti ini.”
“Tunggu..” Seohyun menatap ragu pada Youngri. “Jadi sekarang kau ini siapa? Malaikat pencabut nyawa?”
“Aniyo. Apa wajah polosku cocok untuk jadi death angel, huh?!” Youngri pura-pura cemberut. “Aku malaikat pengatur jadwal kematian. Atau istilahnya, aku ini scheduler angel.”
“Baiklah. Kau sukses membuatku bingung, Cho Youngri.”
“Tidak ada yang perlu dibingungkan, kakak ipar.” Youngri tersenyum lagi. “Baiklah, akan kujelaskan.” Yongri duduk di kursi yang ada di ruangan itu. Ia menopang kaki kanannya ke atas kaki kirinya.
“Kakak ipar, sebenarnya kau tidak dijadwalkan untuk mati hari ini. Ini di luar jadwal. Jadi itulah tugasku, mengembalikan roh orang yang mati di luar jadwal tersebut ke dalam raganya.”
Mata Seohyun yang tadi muram berbinar riang. “Jinjja?”
Youngri mengangguk. “Tapi dengan satu syarat.”
“Apa itu? Akan kulakukan apapun agar aku bisa kembali ke tubuhku!”
“Eonnie harus mencium namja yang eonnie cintai—”
“Semudah itu?” Seohyun tergelak. “Kalau hanya begitu sih gampang!”
“…dengan wujud orang lain.”
“Mwo?!”
“Ne.” Youngri mengangguk. “Eonnie harus mencium namja, dan sudah pasti yang dimaksud adalah Kyuhyun oppa, dengan wujud seorang yeoja yang sama sekali bukan eonnie.”
“Waeyo?!” Seohyun meluncurkan protes. Terdengar kekecewaan di nada bicaranya. “Kenapa tak memakai tubuhku saja?”
“Disinilah cinta kalian diuji. Eonnie harus meyakinkan Kyuhyun oppa jika dalam tubuh yeoja itu ada jiwa eonnie yang mengontrol tubuh tersebut. Jika Kyuhyun oppa percaya dan kalian berciuman, maka jiwa eonnie akan kembali dalam raga eonnie dan aku akan menghapus ingatan eonnie tentang apa yang terjadi. Bagaimana? Eonnie menerima tantangan ini?”
“Tapi, Youngri, aku—“
“Eonni punya waktu sampai jam dua belas siang saat dimana eonnie mengalami kecelakaan. Jika sampai saat kecelakaan itu eonnie tidak mendapat ciuman dari Kyuhyun oppa, maka eonnie tidak bisa kembali ke tubuh eonnie. Se-la-ma-nya.”
“Ige mwoya?” Bibir Seohyun mengerucut.
“Baiklah, aku akan memutar kembali waktu ketika eonnie dan Kyuhyun oppa sampai di Seoul Hotel.” Youngri tak menggubris protes Seohyun dan malah mengeluarkan jam pasir dari dalam kantung celananya. Setelah jam itu diotak-atiknya dengan cepat, diberikannya jam pasir itu pada Seohyun.
“Annyeong eonnie. Jika kau gagal…” Youngri memandang Seohyun dengan kedua tangan yang seolah siap memangsa Seohyun. “..akan kuterkam kau di surga nanti!!”
—-
Dalam sekejap mata kepulan asap memenuhi ruangan. Youngri menghilang. Dan dalam sekejap juga Seohyun berada di halaman hotel yang dikenalnya sebagai tempat ia dan Kyuhyun menginap.
Dengan penuh kebimbangan Seohyun melangkah menuju ke dalam hotel. Ia mengingat-ingat lantai dan nomor kamar tempat mereka menginap.
Ah! Aku ingat sekarang! Seohyun bersorak dalam hati.
Seohyun melangkah menuju lift dengan tujuan lantai lima dan pergi ke kamar nomor 234. Begitu sampai didepan pintu, tangannya terhenti untuk mengetuk pintu begitu mendengar suara di dalam kamar.
“Aku mau posisi seperti ini terus.”
“…….”
“Sebentar saja ~ “
“…………emph…“
Seohyun ingat. Sewaktu ia bersiap-siap ingin mengunjungi makam orangtuanya, Kyuhyun malah memeluknya mesra dan tatapan tajam dari mata Seohyun sirna karena bibir Kyuhyun yang mengecup lembut bibirnya dengan cepat menginterupsi keadaan.
Seohyun—dalam wujud seorang yeoja yang tak dikenalnya—terisak pelan di depan pintu. Ia takut. Bimbang. Ragu. Bagaimana jika Kyuhyun tak percaya padanya? Bagaimana jika Kyuhyun tak menciumnya sebelum kecelakaan itu terjadi?
Seohyun segera bersembunyi begitu dirinya di masa lampau itu keluar. Namun langkah dirinya di masa lalu terhenti karena Kyuhyun menarik dirinya dan mencium singkat bibirnya.
“Ciuman perpisahan.” Kyuhyun terkekeh, begitu juga dengan dirinya di masa silam yang tertawa. Seohyun di masa lalu seakan teringat sesuatu. Maka dari itu ia segera mengambil kertas dan pena dari dalam tas.

Ah ya oppa, jika kau sudah selesai dengan urusan kantormu yang menyesakkan itu aku harap kau bisa segera datang mengunjungi makam kedua orangtuaku. Kau kan harus laporan rutin tiap bulan dengan mertuamu, kekekke ~ ^^

Kyuhyun yang memakai setelan jas serta celana panjang jitam itu tersenyum lebar membaca tulisan tersebut. Dengan segera ia mengecup singkat bibir mungil istrinya.
“Tenanglah, aku pasti akan datang. Kau tunggu saja, arra?”
Seohyun di masa lalu mengangguk. Lalu secara mengejutkan ia juga membalas ciuman Kyuhyun dengan kecupan singkat di bibir, membuat Kyuhyun mematung.
Seohyun memeletkan lidah dan berlari pergi. Kyuhyun hanya tertawa menanggapi kelakuan istrinya.
Seohyun di masa kini mendesah. Ia bingung harus berbuat apa. Tapi dengan pasti ia melangkah mendekati Kyuhyun yang baru saja hendak masuk.
“Kyuhyun-ssi..”
Mendengar namanya disebut tentu saja Kyuhyun menoleh pada siapa yang memanggilnya. Di depannya kini ada seorang yeoja imut berbaju kuning dan bertopi yang hanya berdiri mematung sambil menoleh ke arahnya dengan senyum yang sedikit dipaksakan.
Kyuhyun sedikit membungkukkan badan agar tingginya menyamai gadis itu. Ia tersenyum. “Ada apa gadis kecil? Kau memanggilku, eo?”
Sesaat Seohyun bingung ingin berkata apa. Ide gila jika ia langsung berbicara sejujurnya pada Kyuhyun bahwa ia adalah Seohyun di masa depan. Tidak. Bahkan anak umur tiga tahun pun takkan percaya mendengar ucapan yang terdengar seperti bualan itu.
Seohyun mematung. Cukup lama ia mematung, membuat Kyuhyun heran dan melambai-lambaikan tangan.
“Kau kenapa, gadis kecil?!” Raut wajah Kyuhyun terlihat cemas.
“Aniyo, aku cuma…..” Seohyun berusaha mencari alasan. “Hanya saja aku merasa anda mirip dengan oppa ku yang sudah meninggal.”
Kyuhyun berjongkok. Dibelainya pelan rambut anak itu. “Siapa namamu, gadis kecil?”
“A.. Aku…” Seohyun gelalapan. Ia berusaha mencari nama yang sesuai. “Aku.. Errr… Namaku Jinri. Ne. Namaku Choi Jinri.” Entah apa alasan Seohyun memilih nama itu, tapi Seohyun rasa nama yang terdengar imut itu sesuai dengan wajah yeoja yang tubuhnya ia ‘tumpangi’ tersebut—imut dan polos.
“Dengar aku, nona Choi.” Kyuhyun menatap Jinri—tubuh yeoja yang dikendalikan oleh jiwa Seohyun—dengan iba.
“Maaf jika aku mengingatkanmu dengan oppa mu. Aku sungguh minta maaf. Tapi permisi, aku ingin pergi ke kantor dan segera menyusul istriku untuk mengunjungi makam orangtuanya.” Kyuhyun tersenyum sekilas lalu mengacak pelan rambut Seohyun, ah tidak, maksudnya rambut Jinri.
Kyuhyun berdiri dan melambaikan tangannya. “Annyeong, nona Choi.”
Seohyun tersentak. Ditatapnya punggung Kyuhyun yang mulai menjauh. Tidak. Jika ia terus bungkam maka semua akan berujung sia-sia. Nihil. Tak ada hasil apapun. Tak ada yang berubah.
Seohyun—dengan memakai tubuh Jinri—segera berlari menyusul dan menghambur peluk dari belakang.
(nb: untuk selanjutnya, kalau Seohyun lagi melakukan suatu pekerjaan aku pake nama ‘Jinri’ aja ya biar gak bingung. Kalo Seohyun lagi berpikir dan menceritakan perasaannya aku pake nama ‘Seohyun’ ^^)
“Jebal, jangan pergi Kyunie-ah. Aku mohon…” Jinri mempererat pelukannya, takut tak bisa merengkuh tubuh namja itu lagi. Sejujurnya ia takut. Sangat takut jika tak berhasil melaksanakan persyaratan itu sehingga tak bisa kembali pada tubuhnya.
“Ah, ternyata kau gadis kecil..” Kyuhyun berusaha melepaskan Jinri dari tubuhnya. “Mianhae, aku sedang terburu-buru. Aku ada rapat sebentar di kantor.”
Bukannya melakukan apa yang disuruh ia malah mempererat pelukannya seraya menggeleng kuat dan menangis. Ia rasa hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini.
“Baiklah nona Choi, aku akan bertindak tegas denganmu.” Kyuhyun yang berhasil melepaskan diri langsung berjongkok menghadap Jinri dan memegang erat pundak gadis itu.
“Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku buru-buru. Jika kau ingin berkenalan denganku nanti saja ya, setelah aku pulang dari kantor dan menjemput istriku.” Kyuhyun lalu berlari memasuki lift dan menghilang begitu saja.
Seohyun menjerit tertahan begitu sosok namja yang dicintainya menghilang. Dengan segera ia memasuki lift yang kosong dan segera menyusul.
Seohyun tentu tak hilang akal. Dengan tubuh yeoja mungil yang dikontrolnya ia berlari walau tak begitu cepat. Begitu ia menjejakkan kaki di pintu masuk, Seohyun mendengus kesal.
Kyuhyun sudah pergi menaiki mobilnya!
***
Seohyun terengah begitu sampai di depan pintu masuk kantor cabang milik mertuanya itu. Begitu sampai di halte bus yang ia tumpangi, dengan segera ia berlari dari halte sampai di kantor ini. Jarak yang lumayan jauh ditambah berlari dengan menggunakan stamina seorang anak kecil tentu membuat Seohyun kehabisan cadangan energi.
“Hah… Kalo begini terus aku bisa mati karena kesulitan bernafas.” Jinri mendesis. Dengan bimbang ia memasuki kantor dan pergi ke ruangan Kyuhyun yang berada di lantai atas—walau ia jadi pusat perhatian karena ia yang seorang anak kecil seenaknya masuk kantor.
Setelah sempat mengalami pengusiran beberapa kali oleh security sewaktu di lantai bawah Jinri akhirnya sampai di depan pintu ruangan kerja Kyuhyun. Tanpa gurat ragu sedikitpun di wajahnya ia pun dengan yakin melangkah masuk.
“Hyunie-ah, kenapa kau sudah pulang padahal aku—“ Perkataan Kyuhyun terputus karena dirinya yang duduk membelakangi pintu berbalik arah. Ditatapnya kesal Jinri dengan wajah masam.
“Ada apa lagi, gadis kecil? Aku kan sudah bilang kalau—“
“Ijinkan aku bicara, Kyunie-ah.”
“Hei hei…” Kyuhyu menunjuk-nunjuk Jinri heran. “Tau darimana kau nama kecilku? Yang mengetahuinya kan hanya—“
“Aku. Ya. Hanya aku yang tau, karena akulah yang memanggilmu dengan sebutan itu.”
Kyuhyun melongo kaget menatap gadis kecil yang kini melangkah menghampiri meja kerjanya. Masih belum cukup membuat Kyuhyun kaget, kini Jinri meraih tangan kanan Kyuhyun dan menggenggamnya kencang.
“Jebal, Kyunie-ah. Percaya padaku.” Jinri menitikkan air mata. “Aku Seohyun. Seo Joo Hyun. Ah tidak, maksudku Cho Joo Hyun… Aku istrimu. Yeoja yang kau cintai.”
Tangan kiri Kyuhyun yang bebas kini menggaruk kepalanya yang tak gatal sama sekali. Ini semua terlebih karena Kyuhyun ingin mengekspresikan betapa bingungnya ia saat ini.
“Nona Choi…” Begitu Jinri kini menatapnya secara perlahan Kyuhyun menarik tangannya dari genggaman Jinri yang mengendur. “Kau mengingau?”
“Aniyo.” Jinri menggeleng cepat. “Kau harus percaya padaku, Kyunie-ah ~ … Aku Seohyun. Aku datang dari masa depan. Aku meminjam tubuh orang lain untuk menyampaikan ini padamu dan mengubah takdir. Jebal.. Jika aku tak bisa memenuhi syarat maka selamanya aku akan mati.”
“Kau bilang apa, gadis kecil?” Kening Kyuhyun mengerut. “Kau? Seohyun? Mati? Hah! Lelucon apa itu!”
Jinri menggeleng dan lagi-lagi air matanya menguak ke permukaan. “Bukan… Aku serius. Aku datang dari masa depan. Jika aku tak bisa memenuhi syarat maka selamanya aku takkan bisa kembali ke dalam ragaku.”
“Jinjja? Lalu apa syaratnya?”
“Kau harus menciumku.”
Kyuhyun terbelalak. “Hah! Kau gila! Setelah mengaku bahwa kau itu Seohyun, sekarang kau mencari kesempatan untuk menciumku?” Mata kanan Kyuhyun berkedut. “Apa kau sadar bahwa kau ini masih di bawah umur, hah?”
“Bukan begitu, Kyunie-ah. Aku benar-benar Seo—“
“Berhenti memanggilku seperti itu!”
Mata Kyuhyun memanas. “Jelaskan padaku. Kau dibayar berapa oleh orang yang menyuruhmu?”
“Mwo?!” Jinri terlonjak kaget. “Bukan begitu Kyunie-ah, aku benar-benar Seo—“
“Arrggh!! Aku muak mendengar kata itu! ‘Aku benar-benar Seohyun’, selalu itu yang kau ucapkan! Bisakah kau menggunakan kosa kata lain, hah?!!”
Tangis Jinri semakin deras. Ia baru saja bisa berbicara setelah sekian lama bisu, dan karena kesulitannya merangkai kata-kata kini ia dibentak oleh suaminya sendiri?
Sungguh miris.
Security!” Kyuhyun menekan nomor melalui telepon kantornya dan berteriak memanggil petugas keamanan. “Apa saja kerja kalian sebenarnya, hah? Percuma aku menggaji kalian jika anak kecil saja bisa menyusup seenaknya ke dalam ruanganku!!” Kyuhyun menghempaskan kasar gagang teleponnya.
“Kenapa kau masih disitu, hah?!” bentak Kyuhyun begitu dilihatnya gadis yang sukses membuatnya stress itu masih berdiri di depannya. “Cepat pergi dari sini sebelum aku benar-benar bertindak kasar untuk mengusirmu dari sini!!”
Seohyun tentu tak punya opsi lain. Dengan gontai dan kecewa ditinggalkannya ruangan itu.
Begitu keluar dari ruangan ia merogoh sesuatu dari dalam sakunya. Jam pasir pemberian Youngri itu menampilkan pasir yang jatuh sudah semakin banyak dan itu berarti waktu yang tersisa bagi Seohyun tak banyak lagi. Ia harus berlomba mengejar waktu.
Jinri tertunduk lemah. Mendadak senyum terukir di wajah polosnya.
Kalian pikir Seohyun menyerah? Tidak. Ia masih punya rencana.
***
“Hah!! Hari ini aku benar-benar stress..” keluh Kyuhyun sembari mendesah lelah. Setelah bertemu dengan yeoja aneh yang mengaku bahwa dirinya Seohyun, ia harus menghadapi klien menyebalkan yang selalu menganggap Kyuhyun remeh. Meski Kyuhyun tau bahwa kliennya itu lebih tua darinya—yang membuat klien itu merasa terhormat—tapi tetap saja posisi tertinggi dalam urusan ini adalah Kyuhyun. Ialah presdir yang mengurus semua apa yang dikeluhkan oleh kliennya, tapi kliennya itu terus saj mengoceh dan memberi saran yang seolah menggurui Kyuhyun.
Baiklah. Lupakan soal pekerjaan.
Kyuhyun segera masuk ke dalam mobil dengan sumringah. Dengan mengingat bahwa ia akan menjemput istrinya dari pemakaman saja sudah membuatnya sejenak melupakan semua penat di kepala. Dalam benaknya terbayang Seohyun yang pasti menangis menatap pusara orangtuanya dan saat itu juga Kyuhyun akan mengambil kesempatan untuk memeluk Seohyun.
Tidak ada salahnya kan sesekali mengambil kesempatan dalam kesempitan?
Kyuhyun mempacu mobilnya dengan kecepatan sedang menuju tempat tujuan. Begitu di tengah perjalanan ia merasa ada sesuatu yang bergerak-gerak di belakang kursinya, terbukti dengan adanya bunyi gemersik.
Ah, itu hanya perasaanmu saja, Cho Kyuhyun. Kyuhyun mencoba menenangkan diri sendiri. Begitu suara gemersik itu terdengar makin keras, ambang keberanian Kyuhyun sangat diuji disini.
“Fuaah ~ hampir saja aku mati kehabisan nafas!!”
“Hwaaa!!”
Kyuhyun segera menghentikan laju mobilnya ke pinggir jalan. Padahal tinggal beberapa belas meter lagi ia sampai di pemakaman.
“Michyeo yeoja! (gadis gila!). Kenapa kau bisa ada di mobilku, hah?”
“Sudah kubilang, aku ini Seohyun.” Jinri yang duduk di belakang pun kini pindah ke depan dan duduk di kursi sebelah Kyuhyun. “Sadar atau tidak, kau selalu lupa mengunci pintu belakang. Itulah kebiasaanmu, dan hanya aku yang tau karena setiap hari aku yang selalu mengunci pintu belakang mobilmu itu.”
“Baiklah, gadis kecil. Terserah kau sajalah. Aku malas meladenimu.” Kyuhyun kembali melajukan mobilnya dan dari kejauhan tampak Seohyun berteduh di pohon paling besar disitu.
“Lihat!” ujar Kyuhyun sembari menunjuk Seohyun dengan tangan kiri namun tangan kanan yang masih dalam posisi menyetir. “Bagaimana kau bisa bilang bahwa kau itu Seohyun sementara Seohyun sendiri ada di depan mataku, huh?”
Jinri menggigit bibirnya cemas. Tidak. Ia tak mau kejadian naas ini terulang. Ia tak mau melihat wajah sedih Kyuhyun. Tidak. Itu tak boleh.
“Hentikan mobilnya!” pekik Jinri memenuhi seisi mobil, membuat Kyuhyun menoleh dengan mulut melongo kaget.
“Hei, bocah sinting! Kau pikir kau siapa sehingga kau bisa seenaknya memerintahku?!”
“Aku Seohyun!”
“Arrggh! Tak bisakah kau kreatif sedikit dalam hal berbohong hah?”
“Aku benar-benar Seohyun!! Jika kau tak segera menciumku maka aku tak bisa kembali ke dalam ragaku!”
“Leluconmu tidak lucu, gadis kecil!”
“Aku tak bercanda! Aku serius!!”
Jinri segera menarik tuas rem tangan begitu Kyuhyun hendak memacu cepat mobilnya. Melihat itu tentu saja Kyuhyun berang dan segera mendorong gadis itu untuk keluar.
“Kau! Kau benar-benar cari mati hah?!” bentak Kyuhyun kencang begitu ia menghampiri gadis kecil itu yang hanya memandangnya khawatir. Walau teriakan Kyuhyun begitu kencang tetap saja Seohyun yang jaraknya agak jauh dari mereka tak bergeming dari posisinya yang masih saja berdiri di pohon rindang tadi sembari menatap ke arah jalan di depannya.
“Dengarkan aku dulu. Jebal!”
“Kau pikir aku mau mendengar cerita fiktifmu?”
“Aku mohon untuk sekali ini saja..” pinta Jinri memelas.
“Aniyo!”
“Jadi kau benar-benar ingin aku mati, Cho Kyuhyun?” Mendengar Jinri yang mengucapkan nama lengkapnya dengan lemah membuat Kyuhyun sedikit empati.
“Baiklah. Terserah kau saja! Asal kau tau, aku datang dari masa depan dan aku ingin mengubah takdir dimana hari ini aku mendapat kecelakaan. Sebuah truk yang melaju kencang akan menabrakku hingga aku tewas di tempat.” Jinri menunjuk ke arah Seohyun yang memanggil taksi dari kejauhan. “Tapi terserah kau percaya atau tidak!” Air mata Jinri menetes. Pandangannya sedikit kabur begitu melihat Seohyun yang kini sedang memasukkan sesuatu dalam tasnya dan hendak menyebrang. Jinri memejamkan mata, siap dengan takdir yang akan diterimanya. Ia merasa percuma saja mengulang waktu seperti ini, karena toh hanya membuatnya mati dengan meninggalkan sakit hati yang mendalam.
Mendadak tubuh mungil Jinri di dekap oleh seseorang dan segera saja dirasakannya sebuah bibir lembut menyapu bibirnya diiringi sebuah dentuman keras yang memekakkan telinga.
Jinri membuka kedua matanya begitu bibir lembut Kyuhyun tak lagi mengecupnya. Memastikan apakah bunyi keras tersebut adalah bunyi truk yang menabrak dirinya atau bukan.
Jinri menganga kaget.
Bukan dirinya yang tertabrak, melainkan sebuah motor beserta pengendaranya yang terpelanting agak jauh dari lokasi tabrakan.
Tunggu, itu berarti…
“Seohyun? Ini benar kau, bukan?!”
“Mwo?!” tanya Jinri kaget mendengar Kyuhyun memanggilnya Seohyun.
Kedua tangan Kyuhyun mengusap lembut pipi Jinri. “Seohyun-ah! Syukurlah kau ada disini!!” Kyuhyun segera memeluk erat Jinri yang kebingungan.
Masih dengan tanda tanya di wajahnya Jinri melepas paksa pelukan Kyuhyun. Ia bingung, dan kini ia mengerti begitu ditatapnya manik mata Kyuhyun yang memantulan bayangan wajah yang amat dikenalnya.
Merasa belum cukup, Jinri menatap tangan dan kakinya. Kakinya tidak lagi mungil, melainkan berkaki jenjang. Jemari tangannya juga berubah menjadi besar namun masih terasa lentik.
“Kyunie-ah, aku…” Seohyun menatap Kyuhyun girang. “Aku hidup! Aku masih hidup. Aku kembali!! Kyaaaaa ~ !!” Seohyun langsung memeluk erat Kyuhyun dengan wajah senang.
“Maaf karena aku sempat tak mempercayaimu, Hyunie-ah..” ucap Kyuhyun penuh penyesalan begitu Seohyun melepaskan pelukan mereka. Melihat Kyuhyun yang menggaruk tengkuk dengan wajah tertunduk cukup membuat Seohyun tau bahwa suaminya benar-benar meminta maaf.
“Gwenchana, Kyunie-ah. Aku memaafkanmu. Aku—“ Seohyun menghentikan kalimatnya dan tersontak kaget menatap Kyuhyun yang berekspresi sama dengannya.
“Hyunie-ah. Kau bisa bicara!!”
Seohyun melongo tak percaya. Lidahnya serasa kelu untuk mengekspresikan betapa meluapnya rasa gembira di hatinya.
Kyuhyun tersenyum senang. “Aku ingin untuk yang pertama kalinya.. Kau memanggil namaku.”
“Cho Kyuhyun…”
“Apa? Aku tak dengar.”
“Cho Kyuhyun.”
“Bisa kau ulangi sekali lagi?”
“Yak, Cho Kyuhyun! Kau mempermainkanku, huh?!”
Kyuhyun segera memeluk erat tubuh Seohyun yang sibuk memukul-mukul lengannya. Kedua manusia itu tertawa senang.
“Uggh…” Tawa mereka lenyap begitu Seohyun merasa perutnya mual. Seohyun membekap mulutnya yang seakan ingin muntah.
“Gwenchana, Hyunie-ah?” Kyuhyun mengelus-elus pelan punggung Seohyun. Setelah merasa tak mual lagi, Seohyun tersenyum penuh misteri pada Kyuhyun.
“Sebenarnya, tujuanku mengunjungi makam kedua orangtuaku selain ingin mengunjungi mereka, aku juga ingin memberi mereka kabar bahagia.”
Kyuhyun memiringkan sedikit kepalanya ke arah kiri dengan wajah bingung sambil berpikir sejenak. Merasa menyerah Kyuhyun angkat bicara. “Memangnya apa itu?”
Seohyun tersenyum lebar. “Aku hamil.”
“Mwo? Apa yang kau bilang tadi?”
“Aku hamil!”
“Apa? Bisa kau ulangi lagi kata-kata indah itu?”
“Yak, oppa!” Seohyun memukul pelan lengan Kyuhyun. Kyuhyun memeluk erat tubuh Seohyun lagi dengan kecupan yang selalu tak pernah absen mendarat di bibir Seohyun.
***
“Akhir yang bahagia.” Youngri yang duduk di dahan pohon paling besar di kompleks pemakaman itu lalu turun dan menoleh pada sesuatu yang ada dalam genggaman tangan kanannya.
“Kurasa jam pasir ini tak berguna lagi bagi mereka.” Youngri segera memasukkan benda tersebut dalam saku. Pandangannya beralih pada Kyuhyun dan Seohyun yang masih berpelukan erat.
“Kurasa aku mengerti kenapa Kyuhyun oppa yang kaku jika mengangkut tentang wanita itu memilih Seohyun eonnie sebagai pendamping hidup. Walau awalnya bisu tapi Seohyun eonnie bisa mengungkapkan cintanya melalui tatapan dan senyuman. Seolah mereka berdua tak lagi berkomunikasi melalui mulut ke mulut, melainkan dari hati ke hati.” Youngri tersenyum lebar. Sebelum pergi ke surga dan bertugas kembali sebagaischeduler angel, ia ingin mempersembahkan sesuatu pada kedua orang yang dicintainya itu.
Youngri mendongak, menatap pohon besar itu sejenak. Dan tercetuslah sebuah ide brilian. Youngri tersenyum. Dengan segera ia membuat dirinya tampak dalam wujud manusia dan berteriak memanggil dua manusia yang saling mencintai itu.
“Oppa! Eonnie! Coba lihat ke arah sini!”
Dengan serempak Seohyun dan Kyuhyun menoleh ke arah pohon besar tersebut.

Seohyun tertawa kecil melihat Youngri yang menutup mata sembari memonyongkan mulutnya dan mengadahkan kedua tangannya ke atas. Pohon besar itu sudah disihir Youngri agar berubah menjadi sebuah pohon berbentuk hati dengan daun-daun berwarna warni bertulisan ‘I ♥ U’. Seohyun terkejut. Tak lupa seulas senyum diberikannya pada Youngri. Sementara itu Kyuhyun berdiri mematung dengan wajah kaget. Entah terkejut karena sosok adiknya yang sudah lama meninggal kini muncul di depan matanya atau terkejut melihat kejutan yang diberikan oleh adiknya itu.
“Sampai jumpa oppa, eonnie! I hope you live happily ever after. Now until forever!” ujar Youngri untuk yang terakhir kalinya. Kepulan asap yang mengiringi kepergiannya membuat sosoknya seolah hilang ditelan bumi.
“Aku baru tau adikku bisa melakukan trik sulap.” desis Kyuhyun tak percaya, membuat Seohyun menatap Kyuhyun.
“Bukan begitu oppa, adikmu itu sudah menjadi malaikat. Malaikat paling baik yang pernah kutemui. Adikmu itu—“
Tangan Kyuhyun refleks menangkap tubuh Seohyun yang terkulai pingsan. Ditepuknya pelan pipi mulus istrinya. “Hyunie-ah, kau kenapa? Arggh…..kepalaku..” Tubuh Seohyun yang dipeluk Kyuhyun jatuh di atas rerumputan, diiringi Kyuhyun yang kini juga terkulai lemah di samping Seohyun.
“Hah ~ hampir saja aku lupa untuk menghilangkan ingatan mereka tentang ini. Jika bos tau bisa-bisa aku turun level dari level A ke level C.” Youngri mengamati pemandangan di bawahnya dengan sayap putih lebar yang terkepak indah. “Mianhae Kyuhyun oppa, Seohyun eonnie.. Aku membuat kalian pingsan begini.” Youngri tertawa kecil melihat posisi Kyuhyun dan Seohyun yang berbaring berdampingan.
“Sepertinya akan ada kisah Cinderella versi baru yang akan menjadi dongeng legendaris.” Youngri tersenyum lalu terbang menuju surga.
~ o ~
Cinderella memang kisah kuno dari negeri dongeng. Namun gadis bisu yang kini dapat bicara itu kini percaya, bahwa dongeng diciptakan untuk berakhir dengan kisah yang bahagia.
Karena ia sendiri telah membuktikannya.
~ o ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar